Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Sabtu, 02 April 2016

Artikel: Lemahnya Hukum Indonesia


Nama   : Asih Hayatunnisa (2222121031)
Kelas   : 4B Diksatrasia
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya, beragam pula adat dan kebudayaannya. Jika dikelola dengan baik, Indonesia adalah Negara yang dapat memakmurkan rakyatnya. Namun kenyataanya malah sebaliknya, kemiskinan merajalela, kejahatan dimana-mana, korupsi pun menjamur. Masalah utama dari carut marutnya Indonesia salah satunya yaitu hukum yang sangat lemah dan sangat kurang tegas. Hukum di Indonesia bagaikan pisau, tajam ke bawah kemudian tumpul ke atas. Sehingga tidak membuat para pelaku kejahatan jera, dan menimbulkan atau memicu munculnya pelaku kriminal lainnya untuk bertindak jahat karena sudah tidak takut dengan hukum yang berlaku, karena hukum Indonesia bisa dengan mudahnya dibeli dan diotak-atik.
Jika ditelaah hukum Indonesia merupakan hukum yang mengadopsi dari hukum Belanda. Mengingat sebelum merdeka, Indonesia adalah Negara jajahan Belanda selama 350 tahun, selama itulah Belanda menerapkan sistem-sistem pemerintahannya di Indonesia, jadi sangat berbekas walaupun Indonesia sudah merdeka. Menurut sejarah, hukum Belanda adalah hukum yang memandang bulu, jika kalangan menengah ke atas yang melakukan tindak kejahatan, hukum bisa ditolelir, namun jika kalangan menengah ke bawah yang melakukan tindak kejahatan, hukum seolah bertindak setegas-tegasnya tanpa ampunan. Misalnya dalam hal pendidikan, pribumi yang boleh bersekolah hanya yang memiliki kekayaan saja dan merupakan keturunan ningrat, sedangkan rakyat biasa tidak diperbolehkan sekolah. Hal-hal seperti ini sangat persis dengan hukum Indonesia sekarang, hukum hanya keras pada rakyat biasa dan lentur kepada yang berharta.
Bagaikan pisaunya hukum Indonesia dapat dilihat dari berbagai banyak kasus yang terjadi. 
1.      Kasus Nenek Minah
Seorang nenek yang memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari, divonis selama 1 bulan 15 hari.
2.      Kasus Susu Formula Berbakteri
Bungkamnya Menkes hingga saat ini mengenai merek-merek susu formula yang berbakteri Enterobacter Sakazakii.
3.      Kasus Pemulung Kriminal
Chairul Sakeh seorang pemulung yang dituduh memiliki ganja seberat 1,6 gram. Pria ini dipaksa memeiliki ganja oleh sejumlah oknum polisi.
4.      Kasus Century
Belum terselesaikannya kasus Century hingga saat ini dan belum terungkapnya secara tuntas pelaku-pelaku atau pihak-pihak yang bersangkutan.
5.      Kasus Hambalang
Masih berkelitnya kasus Hambalang hingga sekarang, kurang tegasnya hukum terhadap para tersangka sehingga belum terselesaikan dan belum terungkap secara tuntas pihak-pihak yang bersangkutan.
6.      Kasus Penjara Mewah
Televise, telepon genggam, pendingin ruangan, jasa salon, kasur empuk, wc nyaman, semua tersedia di dalam penjara para narapidana kasus korupsi atau para narapidana dari kalangan pejabat. Sangat berbeda jauh atau berbalikan dengan penjara narapidana dari kalangan bawah atau rakyat biasa.
7.      Kasus Bebas Bersyarat Corbi
Kasus Corby penyelundupan narkoba asal Australia diberikan grasi dari 20 tahun penjara menjadi bebas bersyarat.

Dan masih banyak lagi kasus yang ditangani kurang tegas dan tidak adil oleh penegak hukum di Inonesia. Dengan begitu, tidak membuat jera para pelaku kejahatan. Sekarang merajalela pembunuhan dimana-mana, saling bunuh antarkeluarga, saling bunuh dengan teman, seperti sudah hal biasa dan seperti sudah tidak ada ketakutan para pelaku melakukan tindak kriminal, ini karena hukum yang tidak memperlakukan mereka para tindak kejahatan dengan setimpal. Kemudian kasus pemerkosaan, banyak pelecehan seksual terjadi dimana-mana, di angkutan umum, di bus milik pemerintah pun terjadi yang dilakukan oleh pelaku dari pihak pemerintah itu sendiri, mana tegasnya hukum? Lalu kasus penipuan sudah menjadi hal yang lazim sepertinya di negeri ini dari segi perdagangan, jasa, pendidikan, dan lain sebagainya pelaku tidak diadili dengan setimpal. Sungguh sangat menjengkelkan.
Jika dibandingkan dengan Negara lain, seperti Jepang misalnya, pelaku koruptor akan dihukum mati, kemudian keluarga dan keturunannya diboikot agar tidak mendapatkan kebebasan, pendidikan, pelayanan Negara, dll. Hukum yang seperti ini akan membuat pejabat dan wakil rakyat berfikir berkali-kali jika ingin korupsi, sebab sangat mengancam dirinya dan keluarganya. Berbeda dengan di Indonesia, koruptor mendapatkan vonis ringan hanya beberapa tahun penjara, dalam penjara mendapatkan fasilitas mewah, keluarga koruptor bermewah-mewahan sebebasnya tidak mendapatkan hukum sosial, aneh. Kemudian negara Arab Saudi, pelaku pencuri akan mendapatkan hukum potong tangan, pelaku pembunuh mendapatkan hukum mati, ini akan membuat jera para pelaku dan mengurangi timbulnya pelaku kejahatan berikutnya. Sangat berbeda jauh sekali dengan Indonesia. Pelaku pencuri dan pembunuhan tidak diberi hukuman yang setimpal, sehingga kasus pencopetan dan pembunuhan merajalela diaman-mana.
Selain hukum yang kurang tegas, faktor yang menjadikan lemahnya hukum di Indonesia yaitu sumber daya manusia yang kurang berkualitas sehingga dalam melaksanakan tugasnya kurang kompeten. Bagaimana tidak berkompeten dalam bertugas, hampir semua lembaga dalam menyaring para calon pegawai atau calon pendidik sudah tidak murni, semuanya dinilai dengan materi, ini sudah menjadi rahasia umum. Sedangkan yang benar-benar berkompeten namun finansialnya tidak mendukung, akan tersisihkan oleh yang dalam hal akademis pas-pasan tetapi finansialnya sangat mendudukung, dari awal saja sudah sangat tidak adil, wajar ketika sudah menjadi anggota suatu lembaga dalam menjalankan tugas Negara akan tidak adil, tidak bertanggung jawab, segalanya dijalankan dan dinilai dengan materi, materi ada semua mulus. Selain itu kasus wakil rakyat, banyak wakil rakyat yang tidak memahami sistem kenegaraan, banyak wakil rakyat yang tidak bertanggung jawab atas rakyatnya seperti tidur pada saat rapat, mereka hanya ingin fasilitas mewah dan tunjangan besar tetapi tidak ada jasanya sama sekali untuk rakyat. Mengapa begitu? Ini karena mereka ketika menjadi wakil rakyat adalah hasil sogok menyogok, money politik, mengeluarkan materi sebebsar-besarnya untuk menjadi wakil rakyat, dan ketika mereka mendapatkan jabatannya bukannya memikirkan rakyat tetapi memikirkan bagaimana caranya balik modal yang sudah dikeluarkan ketika kampanye, maka korupsi pun dilakukan untuk menutup modal dan mendapatkan untung sebesar-besarnya. Gila. Dan para calon wakil rakyat yang tidak mendapatkan suara sesuai target saat kampanye, mereka stress kehilangan sejumlah uang yang cukup besar, stress tidak mendapatkan lahan untuk balik modal. Lucu.
Sangat menjengkelkan memang jika membahas tentang perhukuman di Indonesia. Indonesiaku sayang, Indonesiaku jalang, Indonesiaku malang. Semoga dengan carut marutnya Negara ini, ada hikma dibaliknya, membuka mata hati para pelayan rakyat (pemerintah) dan masyrakat Indonesianya sendiri untuk menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi lebih baik lagi. Insya Allah.

Saturday, April 19, 2014, 11:13:29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar