Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Sabtu, 02 April 2016

ANALISIS NASKAH DRAMA: Teknologi dari Penjara karya Wan Anwar dan Nandang Aradea (Analisis Struktural)



ANALISIS NASKAH DRAMA
Teknologi dari Penjara karya Wan Anwar dan Nandang Aradea
(Analisis Struktural)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian dan Apresiasi Drama






Oleh:
Nama: Asih Hayatunnisa
NIM: 2222121031
Kelas: 5B
  
 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2014




BAB 1
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Drama merupakan bagian dari karya sastra yang menggambarkan kehidupan manusia. Dalam proses pembuatan sebuah drama diperlukan unsur-unsur atau bagian-bagian yang saling berkaitan, jika salah satu unsur tidak digunakan maka tidak akan terbentuk sebuah drama yang utuh.
Maka dari itu, dalam analisis naskah drama “Teknologi dari Penjara” karya Wan Anwar dan Nandang Aradea ini menggunakan pendekatan struktural untuk mengetahui atau membedah unsur-unsur yang terdapat di dalamnya.

2.      Rumusan Masalah
·         Bagaimana analisis structural dari naskah drama “Teknologi dari Penjara” karya Wan Anwar dan Nandang Aradea?

BAB 2
KAJIAN TEORI
Pendekatan Struktural
            Menurut Teeuw (1984: 135) pada prinsipnya analisis structural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat, seteliti, dan semendetail mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.
            Menurut pikiran strukturalisme, dunia (karya sastra meupakan dunia yang diciptakan pengarang) lebih merupakan susunan-susunan hubungan daripada susunan benda-benda. Oleh karena itu, kodrat tiap unsur  dalam struktur itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya, melainkan maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur itu. (Hawkes, 1978:17-18).


BAB 3
PEMBAHASAN
A.    Tema
Dalam naskah drama berjudul “Teknologi dari Penjara” memiliki tema yang menggambarkan bahwa perempuan merupakan objek yang selalu salah, perempuan adalah sosok yang posisinya rendah dan dibawah laki-laki. Hal ini didasari dari kutipan berikut:
Sebagai perempuan, sejak dulu, senantiasa saya disingkirkan. Belum puas sampai disitu, lalu saya divonis gila. Edan, dunia macam apakah ini? sejak dulu sampai hari ini, mengapa orang-orang seperti saya tak pernah berubah. Perempuan selalu dalam kekejaman penjara laki-laki. Perempuanlah yang selalu menjadi korban.
Bos Beki: aku bisa membuat seribu alas an, dan kalau kau mau kau boleh mencatatnya sekarang. Dengar, dengar Adinda, foto-fotomu berkesan vulgar, termasuk kategori porno, dan itu akan lebih bermasalah mengingat posisimu sebagai perempuan yang demikian bebas mengobral nafsu-nafsu dan naluri yang tidak sesuai dengan adat, sopan santun, dan kepribadian…
Semacam Adinda: ha-ha-ha… ternyata kau bisa juga bicara kayak bajingan. Kau kira kelakuan dan perbuatanmu , juga kaummu yang bernama laki-laki itu, selaras dengan adat, sopan santun, dan kepribadian seperti sering kudengar dari para penatar P-4 itu.

B.     Tokoh dan Penokohan
Tokoh dalam sebuah drama merupakan para pemeran atau pelaku dalam sebuah cerita dalam drama.
Tokoh-tokoh dalam drama ini yaitu:
Tokoh
Karakteristik
1. Adinda
Adinda ini memiliki pribadi yang setia terhadap Saijah, Ia setia menanti kedatangan Saijah, namun karena lamanya Saijah datang dan selama Adinda menunggu, Adinda tergoda oleh rayuan Mandor, ia pada awalnya mencoba mengelak dan tetap setia pada Saijah, tetapi akhirnya Adinda tergoda juga oleh Mandor yang bergelimpangan harta itu. Hal ini tergambar dalam dialog berikut:
Adinda: lebih dari sekedar itu, Akang. Kalau kau tega mendengar aku akan mengatakannya. Setelah berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, sampai goresan di lesung sudah berjumlah 2 kali 12 bulan, Akang tidak akan tahu bagaimana aku merindukanmu, di tengah malam, ketika aku menenun kain untuk menyambut kedatanganmu, sering aku menangis sampai kemudian tertidur bersama tenunan yang belum selesai itu.
Saijah: aku tak mau tau mendengar soal itu. Aku hanya ingin tahu kebejatanmu dengan Mandor itu.
Adinda: ya, memang akhirnya Mandor itu memperkosaku. Tapi…
Saijah: kamu tidak diperkosa, Adinda, kamu…
Adinda: barangkali benar, setelah aku tergiur dengan kemampuan uangnya, aku juga mulai tergoda rayuan dan kehangatannya. Tapi itu kulakukan untuk kita, untuk impian itu. Sering aku membayangkan mandor itu sebagai Akang.
Saijah: aku muak dengan gombalanmu yang murahan itu.
2. Saijah
Memiliki pribadi sifat yang penuh dengan kecurigaan. Sama halnya dengan Adinda, mereka saling mencintai. Namun karena keadaan sehingga membuat Saijah dipenuhi dengan rasa curiga. Hal ini tergambar dalam dialog berikut:
Saijah: Adinda, kudengan kamu ikut bersama Mandor itu?
Adinda: semata-mata untuk menyusulmu Akang.
Saijah: Kamu tak percaya padaku. Bukankah dulu aku bilang aku akan pulang setelah melewati 3 kali 12 bulan.
Adinda: aku sudah tak tahan lagi begitu lama berpisah denganmu.
Saijah: tapi kenapa harus dengan Mandor itu?
Adinda: apalah yang kau ketahui tentang Sumatera atau Jakarta. Kau tahu kan di desa kita, semua orang tak tahu dunia luar.
Saijah: seharusnya kamu setia padaku. Aku sudah merindukan peristiwa di hutan jati dan di bawah pohon ketapang itu. Aku selalu teguh memegang janji.
3. Mandor
Mandor merupakan tokoh yang menggambarkan seorang yang berkuasa, banyak harta, penggoda wanita cantik seperti Adinda, pembual yang menjanjikan mempertemukan Adinda dengan Saijah namun pada kenyataannya tidak. Hal ini berdasarkan dialog berikut:
Mandor: kamu cantik Adinda.
Adinda: Jangan menggoda kewanitaan saya, Pak Mandor.
Mandor: Aku tidak menggoda… Kamu jangan berdusta.
Adinda: Saya lemah Pak Mandor. Tolong jangan nodai…
Mandor: lalu apa yang bisa ku bantu?
Adinda: saya hanya ingin bertemu Saijah.
Mandor: Aku bisa bantu. Sekarang siapkan dirimu, seminggu lagi kuantar kamu menyusul Saijah.
4. Semacam Adinda
Memiliki karakter yang tidak mau kalah, pendapatnya adalah sesuatu yang benar, tidak senang dikomentar dan diatur oleh atasannya sekalipun. Hal ini tergambar dalam dialog berikut:
Semacam Adinda: kau ragu padaku?
Bos Beki: aku ingin tahu alas an, dan kalu perlu filsafat-filsafatnya.
Semacam Adinda: aku tidak terlalu mengerti konsep, filsafat, kalau itu yang dimaksud dari kacamata akademis. Yang aku tahu, aku merasa mengalami, memikirkannya, ya jadilah keinginan untuk berkreasi.
Bos Beki: jadi apa alasannya?
Semacam Adinda: model-model yang terkenal biasanya banyak lagak. Sering juga mereka tidak serius dan intens dalam berkting, ya… karena mereka sudah memiliki nama. Mereka banyak menyimpan kepalsuan.
Bos Beki: tapi itulah dunia model, dunia seni, dunia acting dewasa ini.
Semacam Adinda: dan itulah dunia yang sedang ku hadapi, ku tantang. Kita perlu mendobrak kemapanan itu. Kita harus membalikkan beberapa tatanan dalam hidup ini, termasuk saat fotografi.
Bos Beki: itu penuh dengan resiko.
Semacam Adinda: semua pilihan hidup penuh dengan resiko.
5. Bos Beki
Memiliki pribadi yang perkataannya tidak sesuai dengan perbuatannya, dan tidak menerima pendapat bawahan yang tidak sesuai dengan pemikirannya. Hal ini tergambar dalam dialog berikut:
Bos Beki: aku bisa membuat seribu alas an, dan kalau kau mau kau boleh mencatatnya sekarang. Dengar, dengar Adinda, foto-fotomu berkesan vulgar, termasuk kategori porno, dan itu akan lebih bermasalah mengingat posisimu sebagai perempuan yang demikian bebas mengobral nafsu-nafsu dan naluri yang tidak sesuai dengan adat, sopan santun, dan kepribadian…
Semacam Adinda: ha-ha-ha… ternyata kau bisa juga bicara kayak bajingan. Kau kira kelakuan dan perbuatanmu , juga kaummu yang bernama laki-laki itu, selaras dengan adat, sopan santun, dan kepribadian seperti sering kudengar dari para penatar P-4 itu.
Bos Beki: Adinda, kalau ka uterus membangkang, terus terang kukatakan dengan penuh sesal bahwa kau bisa dipecat.
Semacam Adinda: pecatlah aku kalau kau memang punya keberanian.
Bos Beki: setelah kalimat itu selesai kau telah ku pecat. Sekarang tinggalkan tempat ini secepatnya.
Semacam Adinda: itu artinya kau memilih aku untuk bertemu di meja hijau.
Bos \Beki: silakan tinggalkan tempat ini.
6. Dokter Veron
Dokter veron merupakan satu-satunya dokter yang tidak menuduh bahwa Semacam Adinda gila. Dia juga sangat peduli dan perhatian pada Semacam Adinda. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Dokter Veron: Hari sudah sangat malam, bulan telah tenggelam, tak boleh terjaga pada udara seperti ini. nanti kamu sakit, Adinda…

C.     Plot atau Kerangka Cerita
Alur cerita dalam naskah drama ini yaitu berlaurkan maju-mundur. Dimana ceritanya menjelaskan kisah di masa sekarang, kemudian kembali ke masa lalu, dan kembali lagi menejelaskan masa sekarang. Hal ini dapat dibuktikan melalui pemaparan berikut:
Masa sekarang:
-          Rumah sakit jiwa. Pinti sel rumah sakit dibantingkan. Seorang pasien diseret dengan paksa. Ia berusaha berontak. Sementara itu, semacam Adinda mencermati peristiwa itu dengan kata-kata protes si pasien.
-          Adinda bangkit dari duduknya.
-          Semacam Adinda lenyap dalam temaram dan keremangan masa kini yang tetap muram dan kelam. Ia teringat bagaimana dulu kisah Saijah dan Adinda. Dulu itu…
Masa dulu:
-          Diluar dugaan Adinda. Pak Mandor telah memeluk tubuhnya dengan kuat, menimbul tenggelamkan Adinda dalam kehangatan, Adinda terlena, ia masih mencoba meronta. Tapi naluri kewanitaannya tak kuasa lagi menghadapi badai keperkasaan nafsu Pak Mandor.
-          Saijah dan Adinda saling menggugat.
-          Di kantor (kenangan semacam Adinda sebelum masuk RSG)
Di meja kantor, pagi-pagi sekali, semacam Adinda sudah sibuk membereskan kertas dan arsip-arsip, ia membuka lagi, mengeluarkan surat-surat.
-          Mengambil amplop yang lain, menimbang-nimbang, membukanya.
-          Semacam Adinda mengambil amplop lagi, membukanya, membacanya sejenak, lalu dirobek dan dimasukkan ke tong sampah. Berkali-kali ia lakukan itu.
-          Tiba-tiba Bos Beki sudah ada sisamping Adinda.
-          Mereka berdua tertawa, bermesraan, dan ketika Bos Beki akan mencapai puncak, Adinda mengentikannya.
-          Bos Beki sementara itu membayangkan demonstrasi yang mungkin terjadi bila gagasan iklan yang digarap anda diekspor keluar.
-          Andinda dan Bos Beki saling berdebat dan mempertahankan pendapatnya masing-masing.
-          Mereka bersitegang secara fisik. Adinda berusaha melepaskan cengkeraman Bos Beki, tapi Bos Beki semakin kuat menguasainya. Akhirnya, setelah beberapa saat bertengkar, tanpa diduga tubuh Beki terpeleset, jatuh tersungkur, kepala membentur dinding, berdarah, dibawa ke rumah sakit: mati.

Masa Sekarang:
Adegan rumah sakit (kembali ke awal) setelah mengembara di masa lalu.

D.    Latar atau Setting
Latar atau setting merupakan tempat kejadian cerita. Terdapat beberapa tempat dalam cerita naskah drama ini.
-          Rumah sakit jiwa
Terdapat setting dirumah sakit jiwa, dimana Adinda ditempatkan dalam rumah sakit tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut:
Rumah sakit jiwa. Pinti sel rumah sakit dibantingkan. Seorang pasien diseret dengan paksa. Ia berusaha berontak. Sementara itu, semacam Adinda mencermati peristiwa itu dengan kata-kata protes si pasien.

Adegan rumah sakit (kembali ke awal) setelah mengembara di masa lalu.
Semacam Adinda:
Dan kini aku berada disini, di rumah sakit gila. Jadi, aku gila. Ha-ha-ha… Tapi apanya yang gila, aku waras, sehat sehehat-sehatnya.

-          Di kantor
Terdapat tempat kejadian cerita di kantor, yaitu kantor Semacam Adinda dan atasannya Bos Beki. Hal ini dapat digambarkan dalam kutipan berikut:
Di kantor (kenangan semacam Adinda sebelum masuk RSG)
Di meja kantor, pagi-pagi sekali, semacam Adinda sudah sibuk membereskan kertas dan arsip-arsip, ia membuka lagi, mengeluarkan surat-surat.

-          Di desa
Tempat kejadian di desa ini menggambarkan kejadian antara Adinda, Saijah dan Bos Mandor. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut:
Adinda: apalah yang kau ketahui tentang Sumatera atau Jakarta. Kau tahu kan di desa kita, semua orang tak tahu dunia luar.
Saijah: seharusnya kamu setia padaku. Aku sudah merindukan peristiwa di hutan jati dan di bawah pohon ketapang itu. Aku selalu teguh memegang janji.

E.     Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan posisi penulis/pencerita dalam sebuah cerita. Ada kalanya pencerita sebagai orang pertama atau sebagai orang ketiga. Dalam naskah karya Wan Anwar dan Nandang Aradea ini, penulis memposisikan dirinya sebagai orang pertama, karena pencerita terlibat langsung dalam cerita. Dan cirri dari sudut pandang orang pertama adalah dengan sebutan Aku, Saya. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut:
Sulit kuterima bahwa aku telah membunuh. Apalagi terencana dan sengaja. Tapi, mereka, jaksa, hakim, telah memvonisku demikian. Di pengadilan aku tak meminta advokat. Aku tak mau dibela. Aku memang berontak histeris ketika mereka menuduhku pembunuh.

F.      Amanat atau Pesan Moral
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca, yaitu:
-          Bahwa perempuan bukanlah sosok yang harus selalu disalahkan, lebih rendah dari laki-laki. Namun perempuan juga memiliki hak atau menuntut kepada laki-laki jika memang itu tidak sesuai.
Seperti pad kasus ketika perempuan banyak kencan dengan laki-laki, maka perempuan tersebut dicap sebagai perempuan tidak benar, tetapi berbeda dengan laki-laki, jika laki-laki kencan dengan banyak perempuan, maka ia akan disebut sebagai laki-laki hebat. Dari sini pun ketidak adilan itu terjadi, bukan berarti perempuan pun ingin bisa seperti lelaki yg dikata hebat jika banyak mengencani perempuan, namun setidaknya lelaki pun bersikap wajarlah terhadap perempuan, tidak menganggap rendah.
-          Kepercayaan dalam negeri ini sangatlah tipis, sehingga sulit untuk membedakan kebenaran dan kesalahan. Sering terjadi kasus di negeri ini, yang salah menjadi benar dan yang benar menjadi salah. Penulis ingin menyampaikan kepada pembaca agar mengedepankan kejujuran dan kepercayaan.

BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan
Naskah drama berjudul “Teknologi dari Penjara” karya Wan Anwar dan Nandang Aradea setelah dianalisis dengan menggunakan pendekatan structural memberikan hasil analisis, diantaranya:
-          Tema dalam naskah drama ini mengenai kedudukan perempuan yang selalu disalahkan dan selalu lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.
-          Latar yang tergambar dalam naskah drama ini, yaitu Di Rumah Sakit Jiwa, Di Kantor, dan Di Desa.
-          Penulis menggunakan nama para tokoh berdasarkan legenda dari daerah Lebak yaitu Saijah dan Adinda. Nama para tokoh tersebut diantaranya: Adinda, Saijah, Pak Mandor, Semacam Adinda, Bos Beki, dan Dokter Veron.
-          Plot yang digunakan dalam naskah ini, yaitu beralurkan Maju-Mundur.
-          Penulis memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dalam naskah ini.
-          Amanat naskah: Kejujuran dan kepercayaan di negeri ini haruslah dikedepankan. Dan perempuan tidak selalu menjadi yang tersalah dan terendah.

Daftar Pustaka
Husnul, Ade. 2012. Bicara Sastra (Analisis Karya Sastra dengan Berbagai Pendekatan). Serang: CV. Dunia Kata.
Teew, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.


Sunday, September 21, 2014, 16:17:16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar